Rabu (14/10/2015) Rangkaian perayaan Grebeg Suro dan Festival Reog Nasional ke 22, ditutup dengan ritual larungan sesaji di Telaga Ngebel,
Ribuan warga dari berbagai pelosok daerah di Ponorogo maupun sekitarnya, tampak memadati seluruh area telaga yang menjadi tempat larung. Mereka juga disuguhi berbagai tarian dan hiburan
Dua buah buceng yang dipersiapkan. Satu buah buceng yang berbahan ketan merah untuk dilarung dan sebuah buceng yang berbahan buah-buahan dan hasil bumi masyarakat Ngebel khusus diperuntukan kepada pengunjung untuk dilakukan dipurak.
Sebelum dilarung, Buceng Agung terlebih dahulu diarak keliling Telaga Ngebel,“Alhamdulillah, seluruh rangkaian acara, baik kegiatan Grebeg Suro, FRN, maupun larungan di Telaga Ngebel ini berjalan lancar,” ucap Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Ponorogo Sapto Jatmiko.
Sementara KRT. Hartono Dwijo Hadi Purwo yang juga sebagai sesepuh masyarakat Ngebel mengatakan, digelarnya larung sesaji ini bertujuan untuk wisata alam, juga untuk peningkatan pendapatan asli daerah.
Ditambahkanya, acara ini adalah sebagai wujud rasa syukur masyarakat Ngebel pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Buceng Agung yang bahan utamanya adalah beras merah ini, dikatakan Hartono memiliki filosofi sebagaimana umumnya, warna merah yang berarti berani menghadapi permasalahan apa saja.Guru SDN 1 Ngebel ini menambahkan, bahwa dengan digelarnya larung sasaji, mempunyai efek ekonomi yang sangat tinggi bagi masyarakat sekitar Telaga Ngebel, terbukti telah banyak berdiri penginapan ataupun hotel yang selalu penuh dengan pengunjung, termasuk banyaknya warung dan parkir.
“Ini sangat membantu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Ngebel,”
Liputan : Beku Institute
Foto : Damar Sasongko
Daniel Puji R
Larung Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo
4/
5
Oleh
Admin